لَا يَعْظُمُ الذَّنْبُ عِنْدَكَ عَظْمَةً تَصُدُّكَ عَنْ حُسْنِ الظَّنِّ بِاللهِ تَعَالَى فَاِنَّ مَنْ عَرَفَ رَبَّهُ اِسْتَصْغَرَ فِى جَنْبِ كَرَمِهِ ذَنْبُهُ . لَاصَغِيْرَةَ اِذَا قَابَلَكَ عَدْلُهُ وَلَاكَبِيْرَةَ اِذَا وَاجَهَكَ فَضْلُهُ
Jangan terlalu membesar-besarkan rasa berdosamu yang mengakibatkan terhalangnya baik sangkamu kepada Allah. Sesungguhnya bagi seorang hamba yang berma’rifat kepada Ma’budnya, akan menjadi kecil dosanya apabila dihadapkan dengan kemurahan-Nya. Dan tidak ada yang kecil apabila dihadapkan dengan keadilan-Nya dan tidak ada yang besar apabila dihadapkan dengan keutamaan-Nya.
Dosa dan pahala, taat dan maksiat, susah dan senang, bahagia dan menderita, adalah bagian romantika kehidupan yang tidak terhindarkan. Siapapun pasti akan menjumpainya. Ditolak maupun dibenci bahkan tanpa sebab, bila waktunya susah datang, ia akan datang juga. Demikian pula senang, maksiat dan taat. Bagi hati yang a’rifin , empat hal tersebut harus mampu dimanfatkan untuk ibadah, sebagai sarana latihan, agar ma’rifatnya selalu bertambah cemerlang. Itu semua didatangkan semata-mata hanya sebagai tarbiyah dari Allah kepada hamba yang dikehendaki, namun sayangnya hanya seorang ‘Ulul albab yang dapat mengambil pelajaran darinya.Sarana Latihan
1. Ketika senang sedang datang. Dengan senang itu bagaimana seorang hamba dapat bersyukur kepada Allah, maka senang itu akan membawa manfaat untuk dirinya.
2. Demikian pula ketika susah datang. Kalau ia belum mampu mensyukuri susahnya, minimal bagaimana dapat bersabar dari susah itu, maka susah itu akan membawa manfaat untuk dirinya. Sebab, tanpa susah itu, tidak mungkin ia mendapatkan pahala sabar. Guru kita berkata kepada salah satu muridnya: “Kalau hanya yang enak-enak saja yang dapat kamu syukuri, maka seekor sapipun mampu melakukannya. Kalau engkau ingin derajat-mu di hadapan Allah semakin meningkat maka syukurilah susahmu, sebab tanpa kesusahan itu, pasti engkau tidak dapat merasakan nikmatnya senang”.
3. Apabila sedang berbuat ta’at, maka bagaimana keta’atan itu dapat menambah ketakwaan dan menjadikan rendah hati, baik di hadapan sesama manusia lebih-lebih di hadapan Tuhannya.
4. Apabila sedang berbuat maksiat, maka bagaimana dosa-dosa itu dapat menjadikan merasa hina, menyesal, membangkitkan kemauan bertaubat dengan taubatan nasuha dan merasa fakir kepada rahmat dan pengampunan Allah. Kalau demikian keadaannya, maka dosa itu pun akan membawa kemanfaatan baginya, sebab dosa-dosa tersebut dapat menyebabkan dirinya menjadi lebih baik.
Asy-Syekh berkata: “Jangan engkau terlalu membesar-besarkan rasa berdosamu yang mengakibatkan terhalangnya baik sangkamu kepada Allah. Sesungguhnya bagi seorang hamba yang berma’rifat kepada Ma’budnya, akan menjadi kecil dosanya apabila dihadapkan dengan kemurahan-Nya”.
Apa saja yang didatangkan Allah kepada seorang hamba, walau bentuknya berupa dosa dan musibah, apabila itu semua menjadikan ingat dan dekat kepada-Nya, menjadikan sebab ma’rifat-nya semakin cemerlang dan keyakinan-nya semakin mantap, maka hakikatnya dosa dan musibah itu adalah rahmat, bukan adzab. Apa saja yang datang kepada seorang hamba, walau bentuknya ibadah dan pahala serta kenikmatan-kenikmatan hidup, kalau itu semua menjadikannya lupa diri dan jauh dari Allah, menjadikannya sombong dan takabur, maka yang demikian itu hakikatnya adalah siksa.
Adapun tanda-tanda hati yang beriman ialah, apapun yang ada, baik yang datang kepada dirinya maupun yang pergi dari dirinya adalah apa-apa yang akan menjadikan dirinya ingat dan dekat kepada yang diimaninya serta menjadikan semakin tebalnya iman yang ada dalam hatinya.
Semisal akibat perbuatan maksiat, meskipun bentuknya musibah, kalau musibah itu ternyata menjadikan hati seorang hamba ingat dan dekat kepada Allah, menjadikan hatinya merasa hina dan merasa fakir kepada-Nya, maka musibah itu lebih baik baginya daripada akibat perbuatan taat dan pahala, walau bentuknya kenikmatan dan kemuliaan, namun ternyata menjadikannya lupa diri dan jauh dari-Nya.
“Tidak ada dosa kecil bila dihadapkan kepada keadilan Allah dan tidak ada dosa besar bila dihadapkan kepada pengampunan Allah”.
Dosa, sekecil apapun, apabila dihadapkan dengan sifat keadilan Allah Yang Maha Adil, maka akan menjadi dosa besar. Sebab yang disakiti dengan dosa kecil itu adalah Dzat Yang Maha Besar. Seperti orang meludah dilantai pasar yang becek dan kotor misalnya, meski di depan orang banyak, yang demikian itu adalah hal yang biasa. Namun apabila ada orang meludah di karpet di depan Presiden misalnya, maka boleh jadi yang demikian itu merupakan perbuatan orang gila.
Apapun yang dihadapkan kepada Yang Maha Besar, maka nilainya akan menjadi besar, walau ia adalah perbuatan yang kecil, karena Allah mengetahuinya. Seandainya yang kecil itu tidak mendapatkan ampunan-Nya, maka yang kecil itu akan diadili dengan seadil-adilnya. Dan Allah tidak berbuat dholim kepada hamba-Nya. Sebagaimana yang telah digambarkan Allah dengan firman-Nya:
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”. (QS. al-Kahfi; 18/49)
Adapun dosa besar, sebesar apapun menurut pandangan manusia, bila dihadapkan dengan sifat Allah Yang Maha Penyayang dan Maha Pengampun, dosa-dosa itu akan menjadi kecil, karena pengampunan Allah kepada orang yang dikehendaki, lebih besar daripada dosa-dosa hamba-Nya. Allah telah menegaskan dengan firman-Nya:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah : “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. az-Zumar; 39/53)
Walhasil, dengan keempat hal tersebut, bagaimana seorang hamba mampu berbaik sangka kepada Allah Ta’ala. Karena senang dan susah itu bagi hati yang ‘arifin hanyalah sebuah kendaraan untuk menyampaikan kepada tujuan hidup dan menyelesaikan setiap tahapan derajat disisi-Nya. Namun yang dimaksud bukan yang susah menjadi senang, tapi bagaimana dengan susah itu hatinya tetap senang. (malfiali, Februari 2009)
Sumber
Home
»
»
APABILA ALLAH BESAR DALAM HATIMU, MAKA APAPUN YANG ADA DI LUARNYA AKAN MENJADI KECIL
APABILA ALLAH BESAR DALAM HATIMU, MAKA APAPUN YANG ADA DI LUARNYA AKAN MENJADI KECIL
Written By NurulHuda on Senin, 27 Juni 2011 | Senin, Juni 27, 2011
Related Articles
If you enjoyed this article just click here , or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar :
Posting Komentar