Sepanjang periode kerasulannya, Muhammad Saw sebagai penerima wahyu dari Allah Swt senantiasa berada dalam posisi sebagai pendidik bagi umatnya. Lantas bagaimana beliau meningkatkan kualitas keilmuan khususnya aspek pemahaman kandungan Al-Qur’an sebagai sumber lahirnya ilmu-ilmu baru yang tak kunjung habis hingga Hari Akhir kelak? Kepada siapa beliau berguru?
Interaksi Muhammad Saw dengan Rabb Azza wa Jalla senantiasa diwarnai kedalaman cinta yang penuh penghambaan layaknya seorang abdi pada Majikannya yang Maha Mulia, jadi bisa dipahami kalau Rasul Saw merasa rikuh kalau harus berdialog bebas layaknya guru dan murid ketika berhadapan dengan masalah-masalah yang kurang dipahaminya. Allah yang Maha Mengetahui mengakomodir hal tersebut dengan menghadirkan figur seorang pendidik bagi Muhammad Saw pada diri pemimpin para malaikatnya, yaitu malaikat Jibril yang mulia.
Pertemuan pertama Muhammad Saw dengan Jibril dimana malaikat tersebut menjalankan fungsinya sebagai guru terjadi pada malam 17 Ramadhan atau bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M saat beliau bertahannuts di Gua Hira. Kala itu Jibril mendatangi beliau dengan membawa semacam bendera bertuliskan rangkaian kalimat dalam bahasa Arab. Tentu saja beliau, yang waktu itu masih dalam kondisi buta huruf, langsung menyatakan,”Aku tidak bisa membaca.”.Kemudian Jibril memeluk Muhammad Saw sedemikian eratnya sampai-sampai dalam hadis diriwayatkan bahwa beliau menjadi sesak napas dibuatnya. Lalu malaikat Jibril melepaskannya seraya menyuruh membaca tulisan yang tertera di bendera. Sampai tiga kali proses memeluk yang disusul peintah untuk membaca itu diulangi, namun Muhammad Saw tak kunjung bisa melakukannya. Akhirnya malaikat Jibril membacakan tulisan yang isinya adalah Surat Al-Alaq ayat 1-5 itu dan Muhammad Saw menirukannya. Inilah yang sekarang dikenal sebagai Metode Talqin, ustadz membacakan Al-Qur’an dan para santri mengikutinya.
Metode lain yang digunakan Jibril untuk mendidik Rasul Saw dapat disimak dalam kutipan hadis panjang yang sangat terkenal berikut ini :
‘Pada suatu hari di saat kami (para sahabat) sedang duduk-duduk bersama Rasulullah Saw, datanglah seorang laki-laki yang sangat putih kulitnya dan rambutnya hitam legam. Tidak terlihat tanda-tanda bahwa dia baru saja datang dari melakukan perjalanan jauh dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalinya. Lalu dia langsung duduk berhadap-hadapan dengan Nabi sambil menumpangkan kedua lututnya di atas lutut beliau dan menekankan kedua tangannya di atas paha beliau seraya bertanya,”Ya Muhammad, jelaskan kepadaku tentang Islam.”
Nabi menjawab,”Islam ialah hendaknya kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah dan bahwa Nabi Muhammad itu Rasulullah; mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan naik haji ke baitullah bagai siapa yang mampu.” Dia berkata,”Kamu benar.”
Kata Umar,”Kami semua merasa heran kepada orang itu. Dia yang bertanya, dia (sendiri) pula yang membenarkan.”
Kemudian dia (lelaki itu) bertanya lagi,”Sekarang terangkan padaku, apa itu Iman?” Nabi menjawab,”Iman ialah hendaknya kamu percaya kepada Allah, malaikatNya, kitabNya, rasulNya, dan hendaknya kamu mempercayai qadha dan qadar yang baik dan yang buruk dariNya.” Dia berkata,”Kamu benar.”
Kemudian dia bertanya lagi,:Dan terangkan kepadaku, apakah Ikhsan?” Nabi menjawab,”Ikhsan ialah hendaknya kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat Dia dan sekiranya kamu merasa tidak melihatNya, maka yakinlah kamu bahwasanya Dia melihat kamu.”
Selanjutnya dia bertanya tentang kiamat yang dijawab oleh Nabi,”Orang yang bertanya lebih tahu dari yang ditanya.” Maka dia berkata,”Kalau begitu terangkan kepadaku tanda-tandanya!” Nabi menjawab,”Bila seorang budak perempuan telah melahirkan tuannya dan bila seorang penggembala yang bertelanjang kaki telah saling berlomba membangun gedung-gedung pencakar langit.” Sesudah itu dia pun pergi.
Aku (Umar) tertegun sejenak lalu Nabi bersabda,”Wahai Umar, tahukan engkau siapa orang yang datang bertanya itu?” Aku menjawab,”Allah dan rasulNya lebih mengetahui.” Nabi bersabda,”Itulah Jibril yang sengaja datang kepada kalian untuk mengajarkan ilmu agama.” ‘ (HR Muslim).
Hadis panjang tersebut di atas mengungkap bagaimana Jibril melakukan semacam tes lisan untuk menguji seberapa dalam pemahaman Nabi Saw tentang konsep Islam secara utuh sekaligus memberikan tambahan pengetahuan pada para sahabat yang hadir dalam kesempatan itu.
Kegiatan belajar-mengajar antara Nabi Saw dan Jibril berlangsung intensif pada malam hari selama bulan Ramadhan dalam bentuk mudarasah Al-Qur’an merujuk pada hadis-hadis berikut :
‘…Dan beliau paling bermurah tangan di bulan Ramadhan saat Jibril menjumpainya untuk memudarasahkan Al-Qur’an…’ (HR Bukhari-Muslim).
‘Sesungguhnya mudrasah di antara Nabi dan Jibril adalah di malam hari’ (HR Bukhari-Muslim).
Pada prakteknya di jaman sekarang mudarasah Al-Qur’an memiliki pengertian meminta seseorang yang benar-benar ahli untuk membaca Al-Qur’an dan menerangkan isi kandungannya pada orang lain. Atau kita membaca Al-Qur’an di hadapan seorang ahli dan menanyakan kepadanya makna serta tafsir yang terkandung dalam surat-surat yang dibaca. Kegiatan ini akan memperkaya khasanah keilmuan dlam diri pengajar maupun orang yang diajari.
Jadi, jangan lewatkan kesempatan berharga pada Ramadhan kali ini untuk mencari dan membagi ilmu sebanyak-banyaknya sebagai ikhtiar untuk memancing keridhoanNya.
Home
»
»
Berlajar bersama Jibril as dan Rasulullah saw
Berlajar bersama Jibril as dan Rasulullah saw
Written By NurulHuda on Minggu, 15 Januari 2012 | Minggu, Januari 15, 2012
Related Articles
If you enjoyed this article just click here , or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar :
Posting Komentar