Zaid adalah seorang budak yang diberikan kepada Khadijah r.a sebagai hadiah pernikahannya dengan Rasulullah Saw. Bapaknya bernama Haritsah bin Syurahil dan ibunya bernama Sa’ad bin Tsa’labah.
Suatu ketika Zaid diajak oleh Ibunya berkunjung ke wilayah Bani Ma’an bin Thay. Pada saat itu Ibunya tidak mengetahui bahwasannya Bani Ma’an sedang diserang oleh Bani Qaim. Bani Ma’an mengalami kekalahan dan ditawanlah orang-orang yang ada di dalamnya termasuk Zaid. Bani Qaim membawa Zaid ke pasar budak untuk dijual yang akhirnya dibeli oleh seseorang yang bernama Hakim bin Hizam.
Rasulullah Saw sangat sayang kepada Zaid. Beliau memperlakukannya seperti anak sendiri. Sampai orang-orang memanggilnya Zaid bin Muhammad. KarEnanya turunlah ayat yang melarang anak angkat dinasabkan kepada bapak angkatnya, seperti yang tertera dalam surat Al-Ahzab ayat 5:
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[1199]. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 5)
Suatu ketika Zaid dijodohkan oleh Nabi Saw dengan Zainab binti Jahsyi anak dari Ummyah binti Muthollib. Paman dari paman Rasulullah Saw.
Zainab tidak mencintai Zaid karenanya Ia tidak mau menikah dengannya. Keluarganya pun menolak untuk menerima lamaran Zaid.
Melihat kenyataan itu Rasulullah Saw menasehati Zainab agar berkenan menerima lamaran Zaid seraya menyampaikan firman Allah Swt yang berbunyi “Dan Tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan–urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al-Ahzab: 36).
Karena ayat ini Zainab bersedia menikah dengan Zaid sebagai bukti bahwa Ia lebih mencintai Allah Swt dan Rasulnya ketimbang dirinya sendiri. Ia mau mentaati segala perintah Allah Swt seberat apapun yang ia rasa.
Setelah beberapa lama menikah, kehidupan rumah tangga Zaid dengan Zainab tidaklah harmonis. Zaid sering mengeluh kepada Rasul Saw tentang prilaku Zainab terhadap dirinya. Melihat hal ini hati Rasulullah Saw sangatlah sedih namun tetap menasehati Zaid agar mau mempertahankan pernikahannya dengan Zainab seraya Berkata “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah.”
Namun semakin hari kondisi rumah tangga Zaid semakin memburuk. Hingga pada akhirnya Zaid menemui Rasulullah Saw untuk mengutarakan niatnya ingin menceraikan Zainab. Dalam kebimbangannya, Rasul Saw mendapat wahyu dari Allah Swt.
“Dan (ingatlah), ketika kamu Berkata kepada orang yang Allah Telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) Telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid Telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu Telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (QS. Al-Ahzab: 37)
Akhirnya dengan diturunkannya ayat ini selesailah persoalan rumah tangga Zaid dengan Zainab. Dan dengan ayat ini pula Rasul Saw menikahi Zainab binti Jahsy setelah selesai masa iddahnya.
Karena Zainab mencintai Rasulullah Saw, maka kehidupan rumah tangganya sangatlah harmonis. Hingga ia diwafatkan pada umur 53 tahun, beberapa tahun setelah Rasulullah Saw wafat. Sedangkan Zaid gugur sebagai syuhada pada perang Mu’tah di usianya yang ke-41 tahun.
Kisah ini menjadi dasar ditetapkannya hukum bahwa mantan istri anak angkat halal untuk dinikahi. Hukum ini menghapus kebiasaan orang-orang di masa jahiliyah yang mengatakan bahwa mantan istri anak angkat tidak boleh dinikahi.
Dalam kisah ini juga tersirat pelajaran bahwasannya hati adalah wilayah Allah Swt. Rasul Saw pun sebagai kekasih Allah tidak mampu mempengaruhi hati Zainab agar mau mencintai Zaid. Tidak ada yang bisa merubah hati manusia kecuali Allah Swt. Allah Swt maha pembolak-balik hati. [Islampos]
0 komentar :
Posting Komentar