Suatu ketika, Nabi Syuaib a.s.
kedatangan seseorang tamu. Pria ini mengatakan “Tuhan telah menyaksikan
semua dosa yang kulakukan. Namun, karena kemurahan-Nya, Ia masih juga
belum menghukumku.”
Tuhan lalu berkata kepada Syuaib
a.s., “Katakan kepada orang itu, ‘Engkau merasa Tuhan belum menghukummu
padahal sebaliknya. Tuhan telah menghukum tetapi kau tak menyadarinya.
Engkau berkelana di tengah rimba tanpa tujuan. Tangan dan kakimu
terikat. Engkau tak lain hanyalah wajan yang penuh dengan karat. Semakin
hari kau dibutakan dari hal-hal spiritual. Bila api mengenai wajan yang
masih bersih, jelaganya terlihat seketika. Tapi, dengan wajan yang
permukaannya amat hitam seperti milikmu, siapa yang mampu melihat betapa
tebalnya jelaga itu?”
“Ketika kau berhenti
mengingat-Nya, lapisan karat itu bergerak menuju jiwamu. Bila kau
menulis di atas sehelai kertas, tulisan itu akan mudah terbaca. Namun
bila kertas itu kau remas berulang kali, apa yang kau tulis akan sulit
untuk kau baca. Tenggelamkan dirimu dalam larutan pembersih karat. Hapus
jelaga itu seluruhnya!”
Setelah Syuaib a.s. mengutarakan
semua ini, saat itu pula mawar bermekaran di hati pria itu. Tapi ia
masih bertanya, “Aku masih ingin tahu satu tanda bahwa Dia benar-benar
telah menghukumku.”
Sekali lagi Tuhan, melalui lidah Syuaib berkata, “Aku takkan menyingkap rahasiamu, tapi Aku akan tunjukkan hingga kau mengerti.”
“Dalam hidupmu kau telah banyak
beramal saleh. Kau sering berpuasa dan shalat malam. Tapi, kau belum
menikmati semua itu. Kau memiliki banyak buah, namun tak ada yang
rasanya manis. Tanpa cita rasa dan benih kenikmatan, sebiji apel takkan
tumbuh menjadi pohon yang penuh dengan buah. Begitu pula dengan
ibadahmu, ibadah tanpa kenikmatan tak lebih dari sekadar khayalan …”
----Syaikh Al-Anqary dalam Munyatul Wa'izhin----
0 komentar :
Posting Komentar