Home
»
»
Mari Berhenti Sejenak
Mari Berhenti Sejenak
Written By NurulHuda on Rabu, 01 Februari 2012 | Rabu, Februari 01, 2012
Suatu pekerjaan, sekecil apapun itu, manakala dikerjakan dalam sebuah ritme rutinitas maka akan memungkinkan munculnya kejenuhan. Ya, jenuh. Jenuh adalah sebuah rasa yang fitrah menghinggapi hati kita umat manusia. Allah tidak mungkin begitu saja menciptakan dan meniupkan rasa itu pada diri kita tanpa sebuah tujuan.
Adakah manfaat dari sebuah perasaan jenuh?
Mari sejenak telusuri hati kita. Sapalah ia, tanyakan bagaimana kondisinya. Mungkin kini ia tengah mengalami kejenuhan. Mungkin bara semangatnya tengah meredup dan kian meredup dari hari ke harinya.
Tanyakan padanya, apa yang ia inginkan dari kita? Mungkin kita telah membengkalaikan haknya sebagai hati yang memerlukan sentuhan pula. Mungkin selama ini kita jarang menyelaminya, memahami dan memenuhi haknya secara layak. Kita teramat sibuknya dengan aktivitas dan rutinitas fisik hingga kan lupa pada hati kita yang bisa jua jenuh dan sakit.
Jenuh dan bosan adalah rekan yang saat menyapa hati, akan kita usahakan untuk mereduksinya, bahkan mengusirnya jauh-jauh. Tapi, justru di situlah manfaat yang muncul darinya. Kejenuhan mendorong kita untuk berhenti sejenak. Berhenti sejenak, kata Anis Matta dalam bukunya Menikmati Demokrasi (2010) adalah suatu keniscayaan siapa saja, termasuk para pelaku dakwah, bisnis, pemerintahan, dll.
Berhenti sejenak memberikan kita space waktu untuk mengatur ulang segala sesuatunya. Berhenti sejenak memberikan kita ruang untuk memperbarui dan mempertajam orientasi kita; melakukan penyelarasan, penyeimbangan, dan merecharge kembali energi hati kita. Supaya apa? Semua itu dimaksudkan untuk menguatkan kembali hati yang mengendor. Merekatkan kembali hati yang sempat terpecah. Agar kita yang baru lahir ke dunia. Diri yang dipenuhi ghirah yang membara. Diri yang segar dan siap menghadapi tantangan yang jauh lebih besar.
Sungguh selayaknya kita bersyukur telah diberikan rasa jenuh di hati ini.
Maka, apapun aktivitasmu, manakala kejenuhan mendera, berhentilah barang sejenak. Rasul dan sahabat pun berhenti sejenak dalam rotasi kehidupan mereka. Berhenti mereka itu dinamakan majelis iman. “Duduklah bersama kami, biar kita beriman sejenak.”
Berhenti sejenak dibutuhkan pada tataran individu dan jamaah. Individu, dengan penghentian sejenaknya akan merenungi, menghayati, dan menyelami telaga akal untuk menemukan gagasan baru yang kreatif dan lebih matang. Nah, dari penghentian individu ini akan muncul semangat yang selanjutnya ditularkan ke dalam majelis iman jamaah dan menjadikannya sebagai semangat kolektif.
Perlu kita garis bawahi, berhenti sejenak berbeda dengan diam. Diam adalah aktivitas pasif tak menentu. Sedangkan berhenti sejenak adalah momen rehat sebagai persiapan untuk menghadapi tantangan ke depan yang jauh lebih keras dan curam.
Itulah mengapa Rasul menganjurkan I’tikaf di 10 malam terakhir Ramadhan. Dari aktivitas ini kita akan dituntun untuk lebih menyelami diri dan hati kita. Kita diberi kesempatan untuk menginsafi dan memuhasabahi diri akan semua hal yang telah kita lalui. Kita pun diajak untuk berdialog lebih dekat kepada Sang Haq, Allah SWT, Pemilik jiwa dan raga ini.
Betapa luar biasanya Allah. Dari rasa jenuh, Ia tuntun kita untuk mendapatkan momen berhenti sejenak. Yang darinya Allah refreshkan niat, komitmen, motivasi, semangat, dan hakikat orientasi hidup kita. Berhenti sejenak adalah titik tolak, tungku pembakar yang akan menempa dan melahirkan kita yang baru. Kita yang lebih kuat (qowiy) dan semangat.
Selamat berhenti sejenak…
Related Articles
If you enjoyed this article just click here , or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar :
Posting Komentar