Allah SWT berfirman yang artinya, "Katakanlah, 'Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu? Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rab mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan, (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan, serta keridaan Allah. Dan, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (Ali Imran: 15)
Ayat sebelumnya menerangkan tentang apa-apa yang dijadikan indah di mata manusia. "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)."
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka mencintai wanita, membangga-banggakan anaknya, ingin harta kekayaan yang melimpah. Hal itu memang yang telah dijadikan oleh Allah tampak indah di mata manusia, sehingga mereka berusaha untuk meraihnya. Selain itu, manusia juga akan selalu berambisi untuk memiliki pangkat dan kedudukan yang tinggi.
Memang dunia dan nafsu merupakan kerabat dekat yang keduanya sama-sama seperti bayang-bayang. Nafsu sering diibaratkan dengan air laut, yang apabila diminum tidak menghilangkan dahaga tetapi hanya akan menambah haus. Jadi, tidak akan puas manusia memperturutkan hawa nafsunya. Sedangkan dunia tak ubahnya bagaikan fatamorgana.
Orang yang hanya mementingkan kehidupan dunia akan sangat merugi dan menyesal. Karena, ia merasa memiliki kebaikan yang banyak tetapi pada hakikatnya semu belaka. Ibarat orang yang berjalan di padang pasir saat panas terik yang teramat sangat. Waktu itu dia merasakan haus yang tiada tara, kemudian di kejauhan dia melihat seperti ada air yang banyak sekali. Lalu ia berusaha untuk mendekati dan mencapainya. Ia acap kali berusaha mendapatkannya tetapi tidak pernah bisa menyentuhnya. Semakin jauh dia mengejarnya, semakin jauh pula apa yang hendak didapatnya. Itulah fatamorgana. Ini sama dengan amalan orang-orang kafir yang oleh Allah diibaratkan bagaikan fatamorgana.
Pada ayat di atas, yang pertama kali disebutkan oleh Allah dari kecintaan manusia adalah wanita, karena wanita termasuk fitnah yang sangat berat. Rasulullah saw. bersabda, "Aku tidak meninggalkan suatu fitnah yang lebih bahaya bagi kaum laki-laki dari pada wanita."
Rasulullah saw. sendiri termasuk orang yang mencintai wanita. Beliau bersabda, "Dijadikan aku menyukai wanita dan wangi-wangian. Dan, dijadikan kesejukan mata hatiku di dalam shalat." (HR An-Nasai dan Hakim).
Setelah itu disebutkan kecintaan kepada anak-anak dan harta benda mulai dari emas, perak, kuda, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.
Pada ayat lain Allah berfirman (yang artinya), "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu, serta membangga-banggakan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan, di akhirat nanti ada azab yang keras, dan ampunan, serta keridaan-Nya. Dan, kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Al-Hadid: 20).
Kebanyakan manusia orientasi kehidupannya hanya ditujukan kepada dunia. Bagaimana dia bisa memiliki harta kekayaan, rumah megah lengkap dengan segala perabotan yang serba wah, kendaraan mewah, wanita-wanita cantik, kursi jabatan atau kedudukan yang tinggi, dan semua yang diinginkannya berusaha untuk dia dapatkan. Mereka merasa hebat dan berhasil jika sudah memiliki itu semua. Walaupun pada hakikatnya nafsu tiadak akan pernah merasa puas. Bahkan, pada saat sekarang ini pandangan masyarakat tentang kesuksesan hidup sudah keliru. Terbukti bahwa tolok ukur masyarakat mengenai kesuksesan seseorang adalah apabila sudah berhasil mengumpulkan dunia dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Ini adalah pandangan yang benar-benar keliru ditinjau dari sisi syar'i.
Semua itu merupakan kesenangan hidup di dunia. Namun demikian, bukan berarti kita dilarang untuk menikmatinya. Manusia diciptakan di dunia dilengkapi dengan nafsu. Yaitu, nafsu pada kehidupan dunia. Oleh karena itu, untuk memenuhi keinginan nafsunya, Allah sudah menyediakan aturan yang harus ditaati.
Orang yang beriman mempunyai kontrol untuk mengendalikan hawa nafsunya. Kendali itu di antaranya adalah takwa. Allah berfirman, "Sesungguhnya, kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan, jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (Muhammad: 36).
Sekarang tinggal bagaimana manusia menempatkan nafsunya. Jika dia mampu menyalurkannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, hal itu akan menjadi kebaikan bagi dia, dan berubah menjadi hal yang terpuji. Hal itu diterangkan dalam beberapa hadis, di antaranya yang disebutkan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, Rasulullah saw. bersabda, "Dan, sebaik-baik umat ini, yang paling banyak istrinya." Jika keinginan terhadap wanita dimaksudkan untuk menjaga kesucian, dan lahirnya keturunan, maka hal itu justru yang diharapkan. Bahkan, hadis di atas menganjurkan untuk banyak menikah.
Selain itu, diterangkan dalam hadis lain, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang salihah. Jika ia (suami) memandangnya, dia (istri) menyenangkannya. Jika suami memerintahkannya, dia menaatinya. Jika suami tidak berada di sisinya, dia senantiasa menjaga dirinya dan harta suaminya." (HR Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah).
Mengenai kuda yang menjadi bagian dari kesukaan manusia, jika dia memeliharanya dalam rangka menggapai keridaan Allah, seperti untuk persiapan perang, hal itu akan menjadi pahala yang besar baginya. Karen, hal itu juga diperintahkan oleh Allah. "Dan, siapkanlah untuk menghadapi mereka apa saja yang kalian sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang." (Al-Anfal: 60).
Dan, apabila seseorang yang dikaruniai oleh Allah harta kekayaan yang melimpah, kemudian dia menginfakkannya pagi dan petang. Hal itu justru akan menjadi kebaikan baginya.
Ayat, hadis, dan contoh tersebut menunjukkan bahwa kesenangan hidup di dunia jika ditempatkan pada tempat yang benar sesuai aturan syari akan menjadi kebaikan.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan orang hanya mementingkan dunianya saja tanpa tujuan kebaikan di akhirat. Karena menjadi puncak harapannya, sering kali dunia itu melalaikan dirinya dari mengingat Allah dan dari kehidupan akhirat yang jelas-jelas lebih utama.
Sebagai muslim jangan sampai kita diperdaya oleh dunia, kalau bisa justru kita yang memperdaya dunia demi untuk meraih kehidupan akhirat. Makanya, pada ayat 15 di atas disebutkan bahwa orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan surga yang lebih baik dari semua kesenangan dunia.
Jadi, kehidupan akhirat adalah lebih baik dari semua kesenagan dunia yang dijadikan indah di mata manusia dalam kehidupan dunia ini. Karena, orang yang beriman akan mendapat surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungi yang terdiri dari berbagai macam minuman, baik yang berupa air, susu, khamr, madu, dan lain sebagainya, yang hal itu semua belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik dalam hati manusia. Selain itu, mereka akan dikaruniai istri-istri yang disucikan berupa bidadari-bidadari yang bermata jeli. Setelah itu mereka akan diberi keridaan Allah. Keridaan Allah adalah merupakan hal yang paling besar, dan lebih besar daripada kenikmatan abadi yang mereka dapatkan. Karena, setelah mendapatkan keridaan Allah, mereka tidak akan mendapat murka-Nya untuk selamanya.
Meskipun sudah tahu bahwa kehidupan akhirat lebih utama, tetapi justru kebanyakan manusia tidak menempuh jalan untuk menggapainya. Jika manusia disuruh untuk memilih dua hal berikut: "mulia di dunia tetapi sengsara di akhirat dan mulia di akhirat namun sengsara di dunia". Manusia akan membuat satu pilihan lain yaitu mulia di dunia dan mulia di akhirat. Itu memang idealnya. Atau, minimal dia akan mulia di akhirat meskipun sengsara di dunia. Itu pilihan mereka, tapi pada kenyataannya itu hanya pilihan belaka dan mereka tidak mau mengambil risiko, atau berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kemuliaan di akhirat, yang kemuliaan itu sangat tidak mudah alias sulit sekali untuk didapat.
Jadi, seharusnya segala hal yang kita upayakan dan semua aktivitas yang kita lakukan adalah "akherat oriented", agar setiap langkah kita gerakkan, setiap keringat yang kita cucurkan, dan setiap pengorbanan yang kita persembahkan mempunyai nilai di sisi Allah SWT dan menjadi catatan kebaikan bagi kita yang akan sangat dibutuhkan kelak.
Jangan sampai kita sudah banyak mengorbankan sesuatu tetapi pengorbanan itu sia-sia saja, dan kita tidak mendapatkan kebahagiaan akhirat melainkan hanya dunia saja. Karena, bisa jadi sebagian orang telah disegerakan kebaikannya di dunia ini, yaitu apa yang mereka upayakan sudah dibalas oleh Allah pada kehidupan dunia, dan mereka bisa menikmati dunia dan menuruti hawa nafsu sepuasnya, sedangkan mereka tidak mendapat kebaikan di akhirat. Na'udzubillah.
Makanya, dalam berdoa kita tidak boleh hanya meminta kebaikan dunia saja, seperti sebagian orang yang berdoa, "Ya Rab kami, berilah kami kebaikan dunia. Dan, tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat." (Al-Baqarah: 200). Mereka hanya meminta hal-hal yang berkaitan dengan dunia saja tanpa menyebutkan urusan akhirat. Akan tetapi, orang yang beriman akan berdoa untuk kebaikan dunia dan akhirat. Allah berfirman, "Dan, di antara mereka (manusia) ada yang berdoa, 'Wahai Rab kami, berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari api neraka'." (Al-Baqarah: 201).
Kebaikan di akhirat yang terutama adalah surga. Idealnya kita mampu mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Al-Qasim Abu Abdurrahman mengatakan, "Barang siapa di anugerahi hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, dan diri yang sabar, berarti dia telah diberikan kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, serta dilindungi dari azab neraka. Oleh karena itu, sunah Rasulullah saw. menganjurkan doa tersebut."
Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridai-Nya, sehingga kelak kita bisa meraih kebahagian yang hakiki di negeri akhirat yang kita dambakan. Amin. (Zen Muhammad Yusuf).
SUMBER
Ayat sebelumnya menerangkan tentang apa-apa yang dijadikan indah di mata manusia. "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)."
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka mencintai wanita, membangga-banggakan anaknya, ingin harta kekayaan yang melimpah. Hal itu memang yang telah dijadikan oleh Allah tampak indah di mata manusia, sehingga mereka berusaha untuk meraihnya. Selain itu, manusia juga akan selalu berambisi untuk memiliki pangkat dan kedudukan yang tinggi.
Memang dunia dan nafsu merupakan kerabat dekat yang keduanya sama-sama seperti bayang-bayang. Nafsu sering diibaratkan dengan air laut, yang apabila diminum tidak menghilangkan dahaga tetapi hanya akan menambah haus. Jadi, tidak akan puas manusia memperturutkan hawa nafsunya. Sedangkan dunia tak ubahnya bagaikan fatamorgana.
Orang yang hanya mementingkan kehidupan dunia akan sangat merugi dan menyesal. Karena, ia merasa memiliki kebaikan yang banyak tetapi pada hakikatnya semu belaka. Ibarat orang yang berjalan di padang pasir saat panas terik yang teramat sangat. Waktu itu dia merasakan haus yang tiada tara, kemudian di kejauhan dia melihat seperti ada air yang banyak sekali. Lalu ia berusaha untuk mendekati dan mencapainya. Ia acap kali berusaha mendapatkannya tetapi tidak pernah bisa menyentuhnya. Semakin jauh dia mengejarnya, semakin jauh pula apa yang hendak didapatnya. Itulah fatamorgana. Ini sama dengan amalan orang-orang kafir yang oleh Allah diibaratkan bagaikan fatamorgana.
Pada ayat di atas, yang pertama kali disebutkan oleh Allah dari kecintaan manusia adalah wanita, karena wanita termasuk fitnah yang sangat berat. Rasulullah saw. bersabda, "Aku tidak meninggalkan suatu fitnah yang lebih bahaya bagi kaum laki-laki dari pada wanita."
Rasulullah saw. sendiri termasuk orang yang mencintai wanita. Beliau bersabda, "Dijadikan aku menyukai wanita dan wangi-wangian. Dan, dijadikan kesejukan mata hatiku di dalam shalat." (HR An-Nasai dan Hakim).
Setelah itu disebutkan kecintaan kepada anak-anak dan harta benda mulai dari emas, perak, kuda, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.
Pada ayat lain Allah berfirman (yang artinya), "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu, serta membangga-banggakan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan, di akhirat nanti ada azab yang keras, dan ampunan, serta keridaan-Nya. Dan, kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Al-Hadid: 20).
Kebanyakan manusia orientasi kehidupannya hanya ditujukan kepada dunia. Bagaimana dia bisa memiliki harta kekayaan, rumah megah lengkap dengan segala perabotan yang serba wah, kendaraan mewah, wanita-wanita cantik, kursi jabatan atau kedudukan yang tinggi, dan semua yang diinginkannya berusaha untuk dia dapatkan. Mereka merasa hebat dan berhasil jika sudah memiliki itu semua. Walaupun pada hakikatnya nafsu tiadak akan pernah merasa puas. Bahkan, pada saat sekarang ini pandangan masyarakat tentang kesuksesan hidup sudah keliru. Terbukti bahwa tolok ukur masyarakat mengenai kesuksesan seseorang adalah apabila sudah berhasil mengumpulkan dunia dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Ini adalah pandangan yang benar-benar keliru ditinjau dari sisi syar'i.
Semua itu merupakan kesenangan hidup di dunia. Namun demikian, bukan berarti kita dilarang untuk menikmatinya. Manusia diciptakan di dunia dilengkapi dengan nafsu. Yaitu, nafsu pada kehidupan dunia. Oleh karena itu, untuk memenuhi keinginan nafsunya, Allah sudah menyediakan aturan yang harus ditaati.
Orang yang beriman mempunyai kontrol untuk mengendalikan hawa nafsunya. Kendali itu di antaranya adalah takwa. Allah berfirman, "Sesungguhnya, kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan, jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (Muhammad: 36).
Sekarang tinggal bagaimana manusia menempatkan nafsunya. Jika dia mampu menyalurkannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, hal itu akan menjadi kebaikan bagi dia, dan berubah menjadi hal yang terpuji. Hal itu diterangkan dalam beberapa hadis, di antaranya yang disebutkan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, Rasulullah saw. bersabda, "Dan, sebaik-baik umat ini, yang paling banyak istrinya." Jika keinginan terhadap wanita dimaksudkan untuk menjaga kesucian, dan lahirnya keturunan, maka hal itu justru yang diharapkan. Bahkan, hadis di atas menganjurkan untuk banyak menikah.
Selain itu, diterangkan dalam hadis lain, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang salihah. Jika ia (suami) memandangnya, dia (istri) menyenangkannya. Jika suami memerintahkannya, dia menaatinya. Jika suami tidak berada di sisinya, dia senantiasa menjaga dirinya dan harta suaminya." (HR Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah).
Mengenai kuda yang menjadi bagian dari kesukaan manusia, jika dia memeliharanya dalam rangka menggapai keridaan Allah, seperti untuk persiapan perang, hal itu akan menjadi pahala yang besar baginya. Karen, hal itu juga diperintahkan oleh Allah. "Dan, siapkanlah untuk menghadapi mereka apa saja yang kalian sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang." (Al-Anfal: 60).
Dan, apabila seseorang yang dikaruniai oleh Allah harta kekayaan yang melimpah, kemudian dia menginfakkannya pagi dan petang. Hal itu justru akan menjadi kebaikan baginya.
Ayat, hadis, dan contoh tersebut menunjukkan bahwa kesenangan hidup di dunia jika ditempatkan pada tempat yang benar sesuai aturan syari akan menjadi kebaikan.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan orang hanya mementingkan dunianya saja tanpa tujuan kebaikan di akhirat. Karena menjadi puncak harapannya, sering kali dunia itu melalaikan dirinya dari mengingat Allah dan dari kehidupan akhirat yang jelas-jelas lebih utama.
Sebagai muslim jangan sampai kita diperdaya oleh dunia, kalau bisa justru kita yang memperdaya dunia demi untuk meraih kehidupan akhirat. Makanya, pada ayat 15 di atas disebutkan bahwa orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan surga yang lebih baik dari semua kesenangan dunia.
Jadi, kehidupan akhirat adalah lebih baik dari semua kesenagan dunia yang dijadikan indah di mata manusia dalam kehidupan dunia ini. Karena, orang yang beriman akan mendapat surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungi yang terdiri dari berbagai macam minuman, baik yang berupa air, susu, khamr, madu, dan lain sebagainya, yang hal itu semua belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik dalam hati manusia. Selain itu, mereka akan dikaruniai istri-istri yang disucikan berupa bidadari-bidadari yang bermata jeli. Setelah itu mereka akan diberi keridaan Allah. Keridaan Allah adalah merupakan hal yang paling besar, dan lebih besar daripada kenikmatan abadi yang mereka dapatkan. Karena, setelah mendapatkan keridaan Allah, mereka tidak akan mendapat murka-Nya untuk selamanya.
Meskipun sudah tahu bahwa kehidupan akhirat lebih utama, tetapi justru kebanyakan manusia tidak menempuh jalan untuk menggapainya. Jika manusia disuruh untuk memilih dua hal berikut: "mulia di dunia tetapi sengsara di akhirat dan mulia di akhirat namun sengsara di dunia". Manusia akan membuat satu pilihan lain yaitu mulia di dunia dan mulia di akhirat. Itu memang idealnya. Atau, minimal dia akan mulia di akhirat meskipun sengsara di dunia. Itu pilihan mereka, tapi pada kenyataannya itu hanya pilihan belaka dan mereka tidak mau mengambil risiko, atau berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kemuliaan di akhirat, yang kemuliaan itu sangat tidak mudah alias sulit sekali untuk didapat.
Jadi, seharusnya segala hal yang kita upayakan dan semua aktivitas yang kita lakukan adalah "akherat oriented", agar setiap langkah kita gerakkan, setiap keringat yang kita cucurkan, dan setiap pengorbanan yang kita persembahkan mempunyai nilai di sisi Allah SWT dan menjadi catatan kebaikan bagi kita yang akan sangat dibutuhkan kelak.
Jangan sampai kita sudah banyak mengorbankan sesuatu tetapi pengorbanan itu sia-sia saja, dan kita tidak mendapatkan kebahagiaan akhirat melainkan hanya dunia saja. Karena, bisa jadi sebagian orang telah disegerakan kebaikannya di dunia ini, yaitu apa yang mereka upayakan sudah dibalas oleh Allah pada kehidupan dunia, dan mereka bisa menikmati dunia dan menuruti hawa nafsu sepuasnya, sedangkan mereka tidak mendapat kebaikan di akhirat. Na'udzubillah.
Makanya, dalam berdoa kita tidak boleh hanya meminta kebaikan dunia saja, seperti sebagian orang yang berdoa, "Ya Rab kami, berilah kami kebaikan dunia. Dan, tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat." (Al-Baqarah: 200). Mereka hanya meminta hal-hal yang berkaitan dengan dunia saja tanpa menyebutkan urusan akhirat. Akan tetapi, orang yang beriman akan berdoa untuk kebaikan dunia dan akhirat. Allah berfirman, "Dan, di antara mereka (manusia) ada yang berdoa, 'Wahai Rab kami, berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari api neraka'." (Al-Baqarah: 201).
Kebaikan di akhirat yang terutama adalah surga. Idealnya kita mampu mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Al-Qasim Abu Abdurrahman mengatakan, "Barang siapa di anugerahi hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, dan diri yang sabar, berarti dia telah diberikan kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, serta dilindungi dari azab neraka. Oleh karena itu, sunah Rasulullah saw. menganjurkan doa tersebut."
Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridai-Nya, sehingga kelak kita bisa meraih kebahagian yang hakiki di negeri akhirat yang kita dambakan. Amin. (Zen Muhammad Yusuf).
SUMBER
0 komentar :
Posting Komentar