Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
“Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya” (HR Muslim no 2878)
Berkata Al-Munaawi, أَيْ يَمُوْتُ عَلَى مَا عَاشَ عَلَيْهِ وَيُبْعَثُ عَلَى ذَلِكَ “Yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani dan ia dibangkitkan di atas hal itu” (At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami’ As-Shogiir 2/859)
Para pembaca yang budiman… kita semua
tahu bahwasanya kematian datang tiba-tiba…tidak peduli dengan kondisi
seorang hamba apakah dalam keadaan ketaatan kepada Allah atau dalam
keadaan sedang bermaksiat…, apakah dalam keadaan sakit ataupun dalam
keadaan sehat… semuanya terjadi tiba-tiba…
Seorang penyair berkata :
تَزَوَّدْ مِنَ التَّقْوَى فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي*** إِذَا جَنَّ لَيْلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ
Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu…
Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari
وَكَمْ مِنْ صَحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ *** وَكَمْ مِنْ عَلِيْلٍ عَاشَ حِيْناً مِنَ الدَّهْرِ
Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit…
Dan betapa banyak orang yang sakit yang masih bisa hidup beberapa lama
فَكَمْ مِنْ فَتًى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكًا *** وَقَدْ نُسِجَتْ أَكْفَانُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِِي
Betapa banyak pemuda yang tertawa di pagi dan petang hari
Padahal kafan mereka sedang ditenun dalam keadaan mereka tidak sadar
وَكَمْ مِنْ صِغَارٍ يُرْتَجَى طُوْلُ عُمْرِهِمْ *** وَقَدْ أُدْخِلَتْ أَجْسَامُهُمْ ظُلْمَةَ الْقَبْرِ
Betapa banyak anak-anak yang diharapkan panjang umur…
Padahal tubuh mereka telah dimasukkan dalam kegelapan kuburan
وَكَمْ مِنْ عَرُوْسٍ زَيَّنُوْهَا لِزَوْجِهَا *** وَقَدْ قُبِضَتْ أَرْوَاحُهُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
Betapa banyak mempelai wanita yang dirias untuk dipersembahkan kepada mempelai lelaki…
Padahal ruh mereka telah dicabut tatkala di malam lailatul qodar
Tentunya setiap kita berharap dianugrahi
husnul khotimah… ajal menjemput tatkala kita sedang beribadah kepada
Allah… tatkala bertaubat kepada Allah…sedang ingat kepada Allah… , akan
tetapi betapa banyak orang yang berharap meninggal dalam kondisi husnul
khotimah akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya…. Suul
khootimah… maut menjemputnya tatkala ia sedang bermaksiat kepada
Penciptanya dan Pencipta alam semesta ini…
Bagaimana mungkin seseorang meninggal
dalam kondisi husnul Khotimah sementara hari-harinya ia penuhi dengan
bermaksiat kepada Allah… hari-harinya ia penuhi tanpa menjaga
pendengarannya… pandangannya ia umbar… hatinya dipenuhi dengan beragam
penyakit hati… lisannya jauh dari berdzikir dan mengingat Allah…
Ingatlah para pembaca yang budiman… sesungguhnya seseorang akan dicabut nyawanya berdasarkan kehidupan yang biasa ia jalankan…
Berikut ini adalah kisah-kisah yang
mencoba menggugah hati kita untuk membiasakan diri beramal sholeh
sehingga tatkala maut menjemput kitapun dalam keadaan beramal sholeh :
Kisah Pertama: kisah seorang ahli ibadah Abdullah bin Idriis (190-192 H)
عَنْ حُسَيْن الْعَنْقَزِي قَالَ: لَمَّا نَزَلَ بِابْنِ إِدْرِيْسَ الْمَوْتُ بَكَتْ ابْنَتُهُ فَقَالَ: لاَ تَبْكِي يَا بُنَيَّة، فَقَدْ خَتَمْتُ الْقُرْآنَ فِي هَذَا الْبَيْتِ أَرْبَعَةَ آلاَف خَتْمَة
Dari Husain Al-‘Anqozi, ia bertutur :
Ketika kematian mendatangi Abdullah bin
Idris, maka putrinya pun menangis, maka Dia pun berkata: “Wahai putriku,
jangan menangis! Sungguh, Aku telah mengkhatamkan al Quran dirumah ini
4000 kali” (Lihat Taariikh Al-Islaam karya Ad-Dzahabi 13/250,
Ats-Tsabaat ‘inda Al-Mamaat karya Ibnil Jauzi hal 154)
Kisah kedua : Kisah Abu Bakr bin ‘Ayyaasy (193 H)
لما حضرت أبا بكر بن عَيَّاش الوفاةُ بَكَتْ أُخْتُهُ فقال : لاَ تَبْكِ اُنْظُرِي إِلىَ تِلْكَ الزَّاوِيَةِ الَّتِي فِي الْبَيْتِ قَدْ خَتَمَ أَخُوْكَ فِي هَذِهِ الزَّاوِيَةِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ أَلَف خَتْمَة
Tatkala kematian mendatangi Abu Bakr bin
‘Ayaasy maka saudara perempuannya pun menangis. Maka Abu Bakrpun berkata
kepadanya, “Janganlah menangis, lihatlah di pojok rumah ini,
sesungguhnya saudara laki-lakimu ini telah mengkhatamkan Al-Qur’an di
situ sebanyak 18 ribu kali” (Lihat Hilyatul Auliyaa’ karya Abu Nu’aim
8/304 dan Taariikh Baghdaad 14/383)
Demikianlah para pembaca yang
budiman…Ahli ibadah ini Abdullah bin Idris telah mengkhatamkan Al-Qur’an
sebanyak 4000 kali… Abu Bakr bin ‘Ayyaasy telah mengkhatamkan Al-Qur’an
sebanyak 18 ribu kali…..semuanya demi menghadapi waktu yang sangat
kritis ini… waktu untuk meninggalkan dunia ke alam akhirat yang abadi….
Kisah Ketiga : Kisah Aamir bin Abdillah Az-Zubair
Mush’ab bin Abdillah bercerita tentang ‘Aamir bin Abdillah bin Zubair yang dalam keadaan sakit parah :
سمع عامر المؤذن وهو يجود بنفسه فقال: خذوا بيدي إلى المسجد، فقيل: إنك عليل فقال: أسمع داعي الله فلا أجيبه فأخذوا بيده فدخل مع الإمام في صلاة المغرب فركع مع الإمام ركعة ثم مات
‘Aaamir bin Abdillah mendengar muadzin
mengumandangkan adzan untuk shalat maghrib, padahal ia dalam kondisi
sakaratul maut pada nafas-nafas terakhir, maka iapun berkata, “Pegang
tanganku ke mesjid…!!” merekapun berkata, “Engkau dalam kondisi sakit !”
, Diapun berkata,”Aku mendengar muadzin mengumandangkan adzan sedangkan
aku tidak menjawab (panggilan)nya? Pegang tanganku…! Maka merekapun
memapahnya lalu iapun sholat maghrib bersama Imam berjama’ah, diapun
shalat satu rakaat kemudian meninggal dunia. (Lihat Taariikh Al-Islaam
8/142)
Inilah kondisi seorang alim yang
senantiasa mengisi kehidupannya dengan beribadah sesegera mungkin…
bahkan dalam kondisi sekarat tetap ingin segera bisa sholat berjama’ah….
Bandingkanlah dengan kondisi sebagian kita… yang tatkala dikumadangkan
adzan maka hatinya berbisik : “Iqomat masih lama…., entar lagi aja baru
ke mesjid…, biasanya juga imamnya telat ko’…, selesaikan dulu
pekerjaanmu.. tanggung…”, dan bisikan-bisikan yang lain yang merupakan
tiupan yang dihembuskan oleh Iblis dalam hatinya.
Kisah Di masa Sekarang:
Pertama : Kisah Penumpang Kapal Mesir “Salim Express”
Laki-laki ini telah Allah selamatkan dari
tenggelam pada kecelakaan kapal, “Salim Express” menceritakan kisah
istrinya yang tenggelam dalam perjalanan pulang dari menunaikan ibadah
haji. Orang-orang berteriak-teriak “kapal akan tenggelam” maka aku pun
berteriak kepada istriku …“ayo cepat keluar!”
Dia pun berkata, “Demi Allah aku tidak akan keluar sampai aku memakai hijabku dengan sempurna.”
Suaminya pun berkata,” inikah waktu utk memakai hijab??? Cepat keluar! Kita akan mati”.
Dia pun berkata, “Demi Allah aku tidak
akan keluar kecuali jika telah kukenakan hijabku dengan sempurna,
seandainya aku mati aku pun akan bertemu Allah dalam keadaan
mentaati-Nya”. Maka dia pun memakai hijabnya dan keluar bersama
suaminya, maka ketika semuanya hampir tenggelam, dia memegang suaminya
dan berkata, “Aku minta engkau bersumpah dengan nama Allah, apakah
engkau ridho terhadapku?” Suaminya pun menangis. Sang istripun berkata,
”Aku ingin mendengarnya.” Maka Suaminya Menjawab, “Demi Allah aku ridho
terhadapmu.” Maka wanita tersebut pun menangis dan berucap ”Asyhadu
allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah” senantiasa
dia ulangi syahadat tersebut sampai tenggelam.
Suaminya pun menangis dan berkata, “Aku berharap kepada Allah agar mengumpulkan aku dan dia di surga”
Kedua : Kisah seorang tukang adzan (Muadzdzin)
Dia adalah seorang yang selama 40 tahun
telah mengumandangkan adzan, tanpa mengharap imbalan selain wajah Allah.
Sebelum meninggal ia sakit parah, maka dia pun didudukkan di atas tepat
tidur. Dia tak dapat berbicara lagi dan juga untuk pergi kemasjid.
Ketika sakit semakin parah diapun menangis, orang-orang disekitarnya
melihat adanya tanda-tanda kesempitan di wajahnya. Seakan-akan dia
berucap ya Allah aku telah beradzan selama 40 tahun, engkau pun tahu aku
tidak mengharap imbalan kecuali dari Engkau kemudian akan terhalangi
dari adzan di akhir hidupku?. Kemudian berubahlah tanda-tanda diwajahnya
menjadi kegembiraan dan kesenangan. Anak-anaknya bersumpah bahwasanya
ketika tiba waktu adzan ayah mereka pun berdiri di atas tempat tidurnya
dan menghadap kiblat kemudian mengumandangkan adzan di kamarnya, ketika
sampai pada kalimat adzan yang terkahir “laa ilaaha illallah” dia pun
jatuh di atas tempat tidurnya. Anak-anaknya pun segera menghampirinya,
mereka pun mendapati ruhnya telah menuju Allah.
Para pembaca yang budiman…jika kematian
telah tiba maka seluruh harta dan kekuasaan yang telah kita usahakan dan
perjuangakan dengan mengerahkan seluruh tenaga dan peras keringat akan
sirna…
Kisah Khalifah Al-Ma’muun,
Ketika sakaratul maut mendatanginya
diapun memanggil para tabib di sekelilingnya berharap agar bisa
menyembuhkan penyakitanya. Tatkala ia merasa berat (parah sakitnya) maka
ia berkata, “Keluarkanlah aku agar aku melihat para pasukan perangku
dan aku melihat anak buahku serta aku menyaksikan kekuasaanku”, takala
itu di malam hari. Maka Khalifah Al-Makmuun pun dikeluarkan lalu ia
melihat kemah-kemah serta pasukan perangnya yang sangat banyak jumlahnya
bertebaran di hadapannya, dan dinyalakan api. (Tatkala melihat itu
semua) iapun berkata, يَا مَنْ لاَ يَزُوْلُ مُلْكُهُ اِرْحَمْ مَنْ قَدْ
زَالَ مُلْكُهُ “Wahai Dzat yang tidak akan pernah musnah kerajaannya…
Sayangilah orang yang telah hilang kerajaannya…”. Lalu iapun pingsan.
Kemudian datanglah seseorang disampingnya
hendak mentalqinnya kalimat syahadah, lalu Khalafah Al-Makmuun membuka
kedua matanya tatkala itu dalam keadaan wajahnya yang merah dan berat,
ia berusaha untuk berbicara akan tetapi ia tidak mampu. Lalu iapun
memandang ke arah langit dan kedua matanya dipenuhi dengan tangisan maka
lisannya pun berucap tatkala itu, يَا مَنْ لاَ يَمُوْتُ اِرْحَمْ مَنْ
يَمُوْتُ “Wahai Dzat Yang tidak akan mati sayangilah hambaMu yang mati”,
lalu iapun meninggal dunia. (Lihat Muruuj Adz-Dzahab wa Ma’aadin
Al-Jauhar karya Al-Mas’uudi 2/56 dan Taariik Al-Islaam karya Adz-Dzahabi
15/239)
Kisah Khalifah Abdul Malik bin Marwaan:
Tatkala ajal menjemput Khalifah Abdul
Malik bin Marwaan maka iapun memerintahkan untuk dibukakan pintu istana,
tiba-tiba ada seorang penjaga istana yang sedang mengeringkan bajunya
di atas batu, maka iapun berkata, “Siapa ini?”, maka mereka menjawab,
“Seorang penjaga istana”. Maka iapun berkata, “Seandainya aku adalah
seorang penjaga istana…”. Ia juga berkata, “Seandainya aku adalah budak
miliki seorang yang tinggal di pegunungan Tihaamah, lantas akupun
menggembalakan kambing di pegunungan tersebut”.
Diantara perkataan terakhir yang diucapkannya adalah,
اللَّهُمَّ إِنْ تَغْفِرْ تَغْفِرْ جَمًّا، لَيْتَنِي كُنْتُ غَسَّالاً أَعِيْشُ بِمَا أَكْتَسِبُ يَوْماً بِيَوْمٍ
“Yaa Allah, jika engkau mengampuniku maka
berilah pengampunanMu yang luas, seandainya aku hanyalah seorang tukang
cuci, aku hidup dari hasil penghasilanku sehari untuk kehidupan sehari”
Dan diriwayatkan bahwsanya tatkala
Khalifah Abdul Malik bin Marwan sakit parah maka iapun berkata,
“Keluarkanlah aku di beranda istana…”, kemudian ia melihat megahnya
kekuasaannya lalu iapun berkata, يَا دُنْيَا مَا أَطْيَبَكِ أَنَّ
طَوِيْلَكِ لَقَصِيْرٌ وَأَنَّ كَبِيْرَكِ لَحَقِيْرٌ وَأَنْ كُنَّا مِنْكِ
لَفِي غُرُوْرٍ “Wahai dunia sungguh indah engkau…, ternyata lamanya
waktumu sangatlah singkat, kebesaranmu sungguh merupakan kehinaan, dan
kami ternyata telah terpedaya olehmu”. Lalu iapun mengucapkan dua bait
berikut ini ;
إِنْ تُنَاقِشْ يَكُنْ نِقَاشُكَ يَارَبَّ عَذَابًا لاَ طَوْقَ لِي بِالْعَذَابِ
Jika engkau menyidangku wahai Robku maka persidanganMu itu merupakan sebuah adzab yang tidak mampu aku hadapi
أَوْ تَجَاوَزْتَ فَأَنْتَ رَبٌّ صَفُوْحٌ عَنْ مُسِيْءٍ ذُنُوْبَهُ كَالتُّرَابِ
Atau jika engkau memaafkan aku maka engkau adalah Tuhan Yang Maha memaafkan dosa-dosa seorang hamba yang bersalah”
(Lihat Mukhtashor Taariikh Dimasyq 5/88-89 dan Al-Kaamil fi At-Taariikh 4/238-239)
Para pembaca yang budiman…. Janganlah terpedaya dengan gemerlapnya dunia ini…
Rasulullah bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah kalian mengingat penghancur keledzatan”, yaitu kematian (Dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam irwaa al-goliil 3/145)
Imam Al-Qurthubi berkata: “Ketahuilah
sesungguhnya mengingat kematian menyebabkan kegelisahan dalam kehidupan
dunia yang akan sirna ini, dan menyebabkan kita untuk senantiasa
mengarah ke kehidupan akhirat yang abadi.
Seseorang tidak akan terlepas dari dua
kondisi, kondisi lapang dan sulit, kondisi di atas kenikmatan atau di
atas ujian. Jika ia berada pada kondisi sempit dan di atas ujian maka
dengan mengingat mati akan terasa ringanlah sebagian ujian dan
kesempitan hidupnya, karena ujian tersebut tidak akan langgeng dan
kematian lebih berat dari ujian tersebut. Atau jika ia berada dalam
kondisi penuh kenikmatan maka mengingat mati akan menghalanginya agar
tidak terpedaya dengan kenikmatan tersebut” (At-Tadzkiroh 1/123-124)
Imam Al-Qurthubi juga berkata:
و كان يزيد الرقاشي يقول لنفسه : و يحك يا يزيد من ذا يصلي عنك بعد الموت ؟ من ذا يصوم عنك بعد الموت؟ من ذا يترضى عنك ربَّك بعد الموت؟ ثم يقول : أيها الناس ألا تبكون وتنوحون على أنفسكم باقي حياتكم؟ من الموت طالبه والقبر بيته والثرى فراشه والدود أنيسه وهو مع هذا ينتظر الفزع الأكبر يكون حاله؟ ثم يبكي حتى يسقط مغشيا عليه
Yazzid Ar-Ruqoosyi berkata kepada dirinya
: “Celaka engkau wahai Yaziid, siapakah yang akan sholat mewakilimu
jika engkau telah meninggal?, siapakah yang akan mewakilimu berpuasa
setelah kematianmu?, siapakah yang mendoakan engkau agar Robmu
meridhoimu setelah matimu?”. Lalu ia berkata, “Wahai manusia, janganlah
kalian menangisi diri kalian sepanjang hidup kalian, barangsiapa yang
kematian mencarinya, kuburan merupakan rumahnya, tanah merupakan tempat
tidurnya, dan ulat-ulat menemaninya, serta ia dalam kondisi demikian
menantikan tibanya hari kiamat yang sangat dahysat maka bagaimanakah
kondisinya?”. Lalu iapun menangis dan menangis hingga jatuh pingsan.
(Lihat At-Tadzikorh 1/124)
Kisah penutup :
Dari Abdullah putra Imam Ahmad bin Hambal berkata:
لَمَّا حَضَرَتْ أَبِي الْوَفَاةُ جَلَسْتُ عِنده وَبِيَدِي الْخِرْقَةُ لأَشُدَّ بِهَا لِحْيَيْهِ فَجَعَلَ يَعْرَقُ ثُمَّ يُفِيْقُ ثُمَّ يفتح عينيه ويقول بيده هكذا : “لاَ بَعْدُ” ففعل هذا مرةً وثانيةً، فلما كان في الثالثة قلت له : يَا أَبَةِ أَيُّ شَيْءٍ هَذَا قَدْ لَهَجْتَ بِهِ فِي هَذَا الْوَقْتِ تَعْرَقُ حَتَّى نَقُوْلُ قَدْ قُبِضْتَ ثُمَّ تَعُوْدُ فَتَقُوْلَ : لاَ، لاَ بَعْدُ. فقال لي : يا بُنَيَّ مَا تَدْرِي؟ قلتُ :لاَ، قال : إبليس لعنه الله قائم حذائي عَاضٍّ على أَنَامِلِهِ يقول لي : يا أحمدُ فُتَّنِي فَأَقُوْلُ لَهَ : لاَ بَعْدُ حَتَّى أَمُوْتَ
Tatkala kematian mendatangi ayahku maka
akupun duduk disampingnya, dan di tanganku ada sepotong kain untuk
mengikat dagu beliau (yang dalam keadaan tidak sadarkan diri). Maka
beliaupun mencucurkan keringat lalu beliau tersadar dan membuka kedua
mata beliau dan beliau berkata, “Tidak, belum…!” seraya menggerakkan
tangan beliau (memberi isyarat penolakan). Lalu beliau melakukan hal
yang sama untuk sekali lagi, kedua kali lagi. Dan tatkala beliau
mengulangi hal ini (mengucapkan : “Tidak, belum..!, seraya menebaskan
tangan beliau) untuk ketiga kalinya maka akupun berkata, “Wahai
ayahanda, ada apa gerangan?, engkau mengucapkan perkataan ini dalam
kondisi seperti ini?”. Engkau mencucurkan keringat hingga kami menyangka
bahwa engkau telah meninggal dunia, akan tetapi kembali engkau berkata,
“Tidak, tidak…, belum…!”. Lalu ia berkata, “Wahai putraku, engkau tidak
tahu?”, aku berkata, “Tidak”. Ia berkata, “Iblis –semoga Allah
melaknatnya- telah berdiri dihadapanku seraya menggigit jari-jarinya,
dan berkata, “Wahai Ahmad engkau telah lolos dariku”, maka aku berkata
kepadanya, “Tidak, belum, aku belum lolos dan menang darimu hingga aku
meninggal” (lihat Sifat As-Sofwah 2/357)
Kisah ini mengingatkan kepada kita
bahwasanya pertempuran melawan Iblis dan para pengikutnya tidak pernah
berhenti hingga maut menjemput kita. kita tidak boleh pernah lalai dan
merasa telah mengalahkan Iblis, karena Iblis dan para pengikutnya akan
senantiasa mengintai dan mencari celah-celah untuk menjeremuskan kita
sehingga bisa menemaninya di neraka Jahannam yang sangat panas….!!!!,
Maka wasapadalah selalu… melawan musuh yang melihatmu padahal engkau
tidak melihatnya… musuh yang senantiasa mendatangimu dari arah depan,
belakang, kanan, dan kiri sementara engkau dalam keadaan lalai…. Musuh
yang sudah sangat berpengalaman dalam menjerumuskan anak keturunan Adam
dengan berbagai metode dan jerat…. Hanya kepada Allahlah kita mohon
keselamatan dari musuh yang seperti ini modelnya… walaa haulaa wa laa
quwwata illaa billaaah
Saudaraku yang mulia…!!
Allah Yang Maha Mulia telah memberlakukan
sunnatullahNya bahwasanya: “Orang yang hidup di atas sesuatu pola/model
kehidupan maka ia pun akan mati di atas model tersebut, dan kelak ia
akan dibangkitkan di atas model tersebut”
Siapkanlah dirimu menyambut tamu yang
akan mendatangimu secara tiba-tiba…yaitu kematian, jangan sampai tamu
tersebut menemuimu dalam kondisi engkau sedang bermaksiat kepada Robmu.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengamalkan ilmunya.
Madinah, 28 06 1432H / 31 05 2011M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
0 komentar :
Posting Komentar