Suatu hari Umar bin Abdul Aziz menyewa seekor unta dari seorang pemilik unta untuk perjalanan ke luar kota. Di tengah perjalanan yang kanan dan kirinya penuh dengan pepohonan, tiba-tiba serban Umar tersangkut pohon dan jatuh ke tanah. Setelah satu kilometer, Umar baru diberi tahu bahwa serbannya terseret pohon. Lalu, Umar turun dari unta dan berjalan mengambil serbannya.
“Wahai Amirul Mukminin mengapa engkau mengambil sendiri serban itu? Bukankah kita bisa mengambilnya dengan mengendarai unta,” tanya sang pemilik unta kepada Umar terheran-heran. “Tidak, saya menyewa unta hanya untuk pergi bukan untuk kembali,” ujar Umar. “Mengapa engkau tidak menyuruhku mengambilnya,” tanya pemilik unta penasaran. “Tidak juga, karena serban itu bukan milikmu, tapi milikku,” ujarnya dengan mantap.
Kisah di atas menggambarkan keteladanan seorang pemimpin yang patut ditiru dalam memanfaatkan kedudukannya. Meski Umar berkedudukan sebagai khalifah, ia tidak ingin seenaknya memerintah atau memperlakukan rakyatnya tanpa kendali. Baginya, kedudukan bukanlah sekat atau struktur egoisme atau kesombongan, tapi menjadi jembatan untuk memberikan jalan terbaik bagi rakyatnya.
Umar juga tak pernah melampaui batas dalam menggunakan barang milik rakyat ketika dia harus menyewanya. Pendek kata, Umar Abdul Aziz adalah sosok pemimpin lurus (adil) yang tidak semaunya menggunakan tenaga kaum lemah. Ia tidak duduk terlena di atas tahta singgasana.
Oleh: Prof Dr H Fauzul Iman MA
0 komentar :
Posting Komentar