Belum
lama ini kita dikejutkan oleh kematian mendadak seorang Wakil Menteri
yang memberi harapan, cerdas, baik dan sederhana, Prof. Widjajono
Partowidagdo (Prof. Wid). Sehari sebelumnya, mantan Hakim Agung Bismar
Siregar yang jujur dan berintegritas tinggi juga meninggal dunia, yang
waktunya hampir berbarengan dengan meninggalnya Laksamana Sudomo, tokoh
Orde Baru, mantan Pangkopkamtib.
Sudah milyaran manusia meninggal dunia sejak zaman Nabi Adam as hingga saat ini. Di
antara merka ada Raja, Presiden, Jenderal, Kyai, Ustadz, para salihin
(orang2 saleh), bahkan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad Saw. Mereka
semuanya tidak kuasa menolak datangnya kematian, karena memang kematian
adalah suatu keniscayaan, dan tidak ada seorangpun di sekitarnya yang
mampu menahannya. Seandainya ada seseorang selamat dari maut, niscaya
manusia yang paling mulia yang akan selamat. Namun maut merupakan SunnahNya pada seluruh makhlukNya.
Allah
Swt berfirman: “Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam ) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (QS.
39:30)
Dan memang kehidupan seseorang di dunia ini dimulai dengan dilahirkan-nya seseorang dari rahim ibunya. Kemudian
setelah ia hidup beberapa lama, iapun akan menemui sebuah kenyataan
yang tidak bisa dihindari, kenyataan sebuah kematian yang akan
menjemput-nya.
Allah
SWT berfirman: “Tiap-tiap jiwa akan merasakan kematian dan sesungguhnya
pada hari kiamatlah akan disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia
telah beruntung dan kehidupan dunia hanyalah kehi-dupan yang
memperdaya-kan”. (Ali-Imran: 185)
Ayat
suci di atas adalah merupakan ayat yang agung yang apabila dibaca mata
menjadi berkaca-kaca. Apabila didengar oleh hati maka ia menjadi
gemetar. Dan apabila didengar oleh seseorang yang lalai maka akan
membuat ia ingat bahwa dirinya pasti akan menemui kematian.
Memang
perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang.
Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya
kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Yaitu
suatu perjalanan abadi yang menentukan apakah kita termasuk penduduk
surga atau neraka.
Perjalanan
abadi itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian
dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat. Karena keagungan
perjalanan ini, Rasulullah Saw bersabda:“Andai saja engkau mengetahui
apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak
menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)
Maksudnya
apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta
kejadian-kejadian di dalamnya, niscaya kita akan ingat bahwa setelah
kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.
Allah SWT berfirman: “Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).
Sayangnya
di zaman kita sekarang, kebanyakan kita kadang lebih memprioritaskan
dunia, tidak sedikit dari kita yang melupakan kehidupan akhirat. kita
kejar dunia dengan berbagai cara kita tempuh dengan banyak jalan hingga
lupa akan kata-kata bijak bahwa kita di dunia tak lebih hanya seorang
anak manusia yang tengah safar (perjalanan) yang hanya sekejap. Kita
lupa akan perjalanan panjang itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang
tidak kekal. Kita korbankan akhirat dan menggantinya dengan dunia
Sahabatku,
Tentang
mengingat kematian, Nabi Saw memberi kita nasehat, “Wa Kafaa Bil Mauti
Wa Idzho, Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat”
Nabi
seolah mengingatkan kita, cukuplah kematian sebagai penasehat kamu,
cukuplah kematian menjadikan hatimu bersedih, menjadikan mata-mu
menangis, perpisahan dengan orang-orang yang kamu cintai, penghilang
segala kenikmatanmu, pemutus segala cita-citamu. Wahai
orang yang tertipu oleh dunianya,wahai orang yang berpaling dari Allah ,
wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada Rabbnya, wahai orang yang
setiap kali dinasihati, hawa nafsunya menolak nasihat ini, wahai orang
yang dilalaikan oleh nafsunya dan tertipu oleh angan-angan panjangnya…
Pernahkah engkau memikirkan saat-saat kematian sedangkan engkau tetap
dalam keadaanmu semula?
Dalam
hadits di atas, Nabi Saw juga seolah mengingatkan kepada kita ummatnya,
“Wahai ummatku, sekaya apapun kamu, sesukses apa-pun karirmu, sepandai
apapun kamu, secantik apapun kamu, sekuat apapun badanmu, sekeras apapun
kerjamu untuk mengumpulkan harta yang banyak, ingat ya, seperti ini lho
nanti kamu, terbujur kaku dan tidak berdaya. Hendaklah kamu mengambil
nasehat dan pelajaran dari kematian itu. Sebab manakala
kamu tidak bisa mengambil pelaaran dari kematian, niscaya nasehat apapun
tidak akan berguna bagimu. Oleh karena itu, ketika kamu dinasehati saat
kami ditinggalkan oleh orang yang kamu kasihi atau sosok yang berharga
bagimua, bahwa kematian pasti akan menghampiri-mu, dan rumah terakhir
ini menjadi keharusann bagimu, maka kamu harus bersiap-siap untuk
menyambutnya, mengevaluasi diri-mu sebelum diri-mu dievaluasi (dihisab).
Engkau
dulu lahir telanjang dan tidak membawa apa-apa, dan sekarang kembali
pada Allah juga telanjang dan tidak membawa apa-apa, selain amal
saleh-mu”
Tentang
kematian sebagai nasehat, dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw
bersabda : “…..aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan
yang satu pendiam. Yang pandai bicara yakni Al Qur’an, dan yang diam
saja ialah kematian …”
Semampang
hayat masih dikandung badan, marilah kita siapkan bekal
sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan keabadian itu, yaitu
dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah, menjalankan
perintah-perintahNya dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya, serta
marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita
lakukan.
Marilah
kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita
masing-masing. Tentang masa muda kita, untuk apa ia kita pergunakan.
Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main
saja ? Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau
haram ? Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk kita belanjakan di
jalan Allah, bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya? Dan terus kita
muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui.
So sahabatku, sekarang marilah kita tanyakan kepada diri kita masing-masing. Apakah
kematian sudah menjadi penasehat kita? Kalau memang iya, lantas apa
yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal
kita tahu akan meninggalkannya. Perlu kita ingat bahwa pangkat, harta
dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita membawa untuk
mendekat dan menemui Allah Swt. Hanya amal saleh yang akan kita bawa
nanti, yang dapat membawa kita menemui Allah.
Suatu ketika Imam Ali Bin Abu Thalib kw melewati daerah pekuburan. Beliau
mengucapkan salam lalu berkata, “Wahai para penghuni kubur, istri
kalian maka telah dinikahi, rumah kalian telah dihuni dan harta kalian
telah dibagi. Inilah kabar dari kami, maka bagaimana kabar kalian?”
[Tasliyah Ahl al-Mashā'ib, hal. 194 dan al-`Āqibah fī Dzikri'l Maut,
hal. 196.]
Nabi Saw pernah ditanya, “Siapakah yang paling cerdas dari kalangan kaum mukminin?” Beliau
menjawab, Orang yang paling cerdas ialan yang paling banyak mengingat
kematian dan paling baik persiapannya untuk setelah kematian. Mereka
itulah orang-orang yang cerdik.” [Shahīh at-Targhīb wa't Tarhīb
III/164/3335.]
Sebagai
penutup dari tulisan ini, saya kutipkan Hadits lain yang sama,
diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah sebagai berikut. “Bahwa seorang
laki-laki bertanya kepada Nabi, ” Siapakah orang mukmin yang paling
baik? ‘ Beliau menjawab, ‘ Yang paling baik akhlak nya.’ Ia bertanya, ‘
Siapakah orang mukmin yang paling beruntung?’ Beliau menjawab, ‘ Yang
paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik persiapan nya
untuk (alam) setelah kematiannya. itulah orang-orang yang beruntung.”
(HR.Ibnu Majah)
Semoga
Allah Swt menjadikan kita dan anak keturunan termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang cerdas, yang paling banyak mengingat kematian dan
mengumpulkan sebanyak-banyak amal untuk persiapan bekal setelah
kematian. Amiin YRA.
Semangat
Pagi sahabatku, selamat beraktifitas menjemput rezeki Allah dan jangan
lupa untuk saling berlomba dalam kebaikan & saling berpesan dalam
kebenaran & kesabaran.
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
0 komentar :
Posting Komentar