Di
dalam Kasyf Al-Mahjub sebuah kitab Tasawuf klasik karya Abul Hasan Ali
bin Ali Al-Ghaznawi Al-Jullubi Al-Hujwiri atau dikenal dengan
Al-Hujwiri, diceritakan bahwa suatu hari Syaikh Abu Thahir Harami
terlihat di pasar, menunggang seekor keledai dan diikuti oleh salah
seorang seorang muridnya. Seseorang berteriak, “Ini dia si tua penganut aliran berfikir bebas!”.
Sang murid yang merasa jengkel dengan ejekan terhadap Gurunya kemudian
menyerang orang yang berteriak itu, berusaha memukulnya, dan seisi pasar
menjadi gaduh.
Syaikh itu berkata kepada muridnya: “Jika engkau mau diam, aku akan tunjukkan kepadamu sesuatu yang akan menyelamatkan engkau dari keresahan semacam ini.”
Ketika mereka pulang, dia memerintahkan muridnya membawa sebuah kotak
yang berisi surat-surat, dan menyuruh sang murid melihat surat-surat
itu.
“Perhatikan,”
katanya, “Bagaimana penulis-penulis surat ini berkata kepadaku. Ada
yang memanggilku “Syaikh Islam”, ada yang menyebut “Syaikh Yang Suci”,
“Syaikh Zuhud”, “Syaikh Dua Tempat Suci”, dan seterusnya. Semua itu
adalah gelar, tidak ada yang menyebut namaku. Aku sama sekali bukan
nama-nama itu, tetapi setiap orang memberiku gelar menurut
kepercayaannya mengenai diriku. Jika orang yang tak mengerti itu baru
saja melakukan hal yang sama, mengapa engkau mesti bertengkar dengannya?”.
Kisah
ini mengajarkan kepada kita akan ketinggian budi pekerti seorang ulama,
diberikan gelar yang baik berupa pujian atau diberikan sebuah celaan
atau hinaan tidak mempengaruhi hatinya. Dalam kehidupan sehari-hari
mungkin kita pernah mengalami, ketika melakukan sesuatu yang menurut
kita yakini benar akan tetapi orang lain malah menyalahkan. Terkadang
ketika anda mulai menapaki jalan kebenaran, tanpa sebab tiba-tiba ada
saja orang yang memusuhi dan menyalahkan anda.
Rasulullah
SAW yang memiliki akhlak mulia, dikenal sebagai orang paling jujur di
kaumnya ketika menyampaikan kebenaran kepada kaumnya, maka orang-orang
yang tadinya menghormati Beliau kemudian mencela dan menghina Beliau.
Orang menuduh Beliau sebagai “Orang yang suka mengada-ada”, yang lain menyebut, “Dia seorang penyair”
bahkan ada yang menyebut beliau sebagai pendusta dan lain sebagainya.
Allah berfirman, yang melukiskan orang-orang beriman yang sejati, “Mereka
tidak takut celaan seseorang; itulah rahmat Tuhan yang Dia anugerahkan
kepada siapapun yang Dia kehendaki; Tuhan adalah Maha Pemurah dan
Bijaksana”. (QS 5:59).
Guru Sufi mengatakan, “Memegang kebenaran itu ibarat memegang bara api, kalau di pegang tangan terbakar kalau di lepas maka bara itu terlepas”. Beliau melanjutkan, “Kalau Aku akan tetap memegang dengan erat sampai bara itu padam di dalam genggaman”.
Mudah-mudah tulisan ini bermanfaat dan saya mengucapkan selamat berbuka puasa bagi para sahabat semua, salam!.
0 komentar :
Posting Komentar