Di Kota suci Madinah, saat Rasul masih hidup, tersebutlah seorang pria miskin yang sedang melintas di sebuah kebun kurma. Hari itu di merasa lapar dan tidak harta yang dimiliki untuk sekadar membeli makanan. Saat dia berjalan dan melamun di kebun kurma itu tanpa sengaja dia tertubruk dengan jumputan buah kurma yang menjuntai hampir menyentuh tanah. Pria itupun khilaf dan tak kuasa menahan diri memetik dan memakannya.
Saat itu juga kesialan menimpa dirinnya.
Perbuatannya itu diketahui pemilik kebun yang segera menghardiknya dan
mengacungkan parang. Kesialan itu semakin bertambah karena ternyata
pemilik kebun kurma itu sangat kikir. “Aku akan bawa kamu dan adukan
kamu kepada Rasulullah. Biar tanganmu dipotong”. Pria miskin itu tidak
bisa berbuat banyak karena merasa bersalah. “Tapi apakan tanganku akan
dipotong hanya karena sebuah kurma?”. Ia membatin seraya pasrah digiring
oleh sang pemilik kebun.
“Ya Rasul potong tangan orang ini. Ia
telah mencuri di kebunku!”. Pemilik kebun itu berkata pada Rasulullah
seraya menenteng pria miskin di sebelah tangannya. “Apa yang kau curi,
wahai saudaraku?” Rasul Saw bertanya dengan penuh kesabaran. ” Maafkan
aku yaa Rasulullah. Aku telah mencuri sebutir kurma dari kebun bapak
ini. Aku Khilaf, ya Rasul. ..Aku lapar”. Pemuda itu mengiba.
Rasul Saw menghela nafas sejenak. Kali
in pandangannya ditujukan kepada sang pemilik kebun. “Hmm…rupanya hanya
sebutir kurma. Mengapa tidak kau infakkan saja kepadanya sehingga engkau
mendapatkan kebaikan dan pahala yang berlipat?.” Rasul bertanya dan
menunggu jawaban dari sang pemilik kebun.”Tidak yaa Rasulullah. Orang
ini harus diberi pelajaran. Kalai dibiarkan nanti menjadi kebiasaan. Aku
tidak mau menginfakkan kurma itu. Aku memilih agar orang ini dipotong
tangannya saja!”. Ia menyergah.
“Infakkan wahai saudaraku…!” Atau maukan
kau aku tawarkan yang lebih hebat lagi..? infakkan pohon kurma yang
lebat itu, dan engkau akan mendapat surga karenanya..”. Rasul
menerbitkan senyum dari sudut bibirnya tanda optimistis menunggu respon
dari sang pemilik kebun.
Sang pemilik kebun menerawang sesaat.
Kepalanya diangkat ke arah langit. Ia menimbang-nimbang kebenaran janji
yang baru saja disebutkan Rasulullah untuknya. Terakhir iapun
menghelakan nafas sambil berujar,” Surga ya Rasulullah?!. Apakah
sedemikian remeh kau tawarkan surga hanya dengan sebatang kurma?.
Tidak…Aku tidak menginginkannya!” Bantah pemikik kebun itu tak percaya.
Rasul Saw tersentak, tak terbayang
olehnya kekikiran yang dimiliki oleh salah seorang umatnya. Namun Allah
SWT tidak akan membiarkan hati rasul berubah sedih. Lalu terdengar tutur
seorang pria yang juga turut hadir dalam kesempatan itu.”Wahai pemilik
kebun, apabila engkau tidak mau menerima tawaran Rasulullah mengapa
tidak engkau jual saja padaku?:
Rasulullah dan pemilik kebun itu
tertegun. Pada saat bersamaan keduanya menoleh pada sumber suara.
Pemilik kebun itu berkata padanya,” Aku tidak akan menjual pohon kurma
itu dengan harga yang murah, wahai saudaraku?’. Kesombongan itu
terdengar dalam nada suaranya. “Berapa yang kau minta demi pohon kurma
itu?”. Sumber suara menunjukkan keseriusannya.”Aku akan tukar pohon
kurma lebatku itu dengan 40 batang pohon kurma. Ayo! Bagaimana? Apakah
kamu mau membelinya?”
Harga yang amat hebat dan fantastis dan
tidak masuk akan. Sebuah harga yang muncul dari sifat kekikiran yang
membawa pada ketamakan. Namun kenikmatan surga tidaklah sebanding dengan
mahalnya dunia. Pria itu lalu membalas,” Baik, aku akan membeli pohon
kurma itu dengan 40 batang kurma yang aku miliki. Bahkan, jika engaku
meminta lebih dari itu, aku pun akan membelinya demi mendapatkan surga
di akhirat nanti”
Akhirnya dijuallah pohon itu dengan 40
batang pohon kurma lainya. Kemudian pembeli pohon tadi mengikhlaskan
kurma yang telah dimakan oleh pria miskin tadi sebagai infak. Sementara
si pemilik kebun pelit telah mendapatkan keuntungan dunia yang berkali
lipat. Namun karena kekikirannya, ia telah menyia-nyiakan ajakan
Rasulullah demi mendapatkan surga di sisi Allah Ta’ala
Kejadian ini kemudian menyebabkan turunnya (asbabun nuzul) beberapa surat Al-Lail
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (٥)وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (٦)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (٧)وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (٨)وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (٩)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى (١٠)وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى (١١
Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, Dan membenarkan adanya pahala
yang terbaik (syurga), Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah. Dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup
Serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan
baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya
apabila ia telah binasa. (QS. Al Lail (92): 5-11
Dengan menyimak kisah ini, kita dapat
membuktikan bahwa betapa susahnya untuk melepaskan diri dari kecintaan
terhadap dunia. Lihatlah…saat itu yang menawarkan surga adalah
Rasulullah langsung. Dan karena harta yang berlimpah dan sangat
dicintai, maka kesempatan langkah untuk mendapatkan surga yang tak
terkira dan kekal pun dilepaskan. Apalagi di jaman sekarang..Rasulullah
telah meninggalkan kita…Dunia semakin penuh kesemrawutan dalam
memperebutkan dunia.
Semoga tulisan saya ini bermanfaat dan
memberikan kita pelajaran….termasuk saya yang sedang mencari dan mencari
sebuah arti kebenaran Islam
Wassalam
0 komentar :
Posting Komentar